Sabtu, 28 Juni 2025

"Sajak yang Tak Pernah Selesai: Tentang Kamu yang Terlampau Sempurna"

Posted by Deargantara Ibnoe Zekan on 22.22 with No comments


Kamu tahu, aku pernah berpikir bahwa tak ada satu pun kata yang benar-benar mampu mewakili perasaan manusia. Bahkan penyair paling hebat pun, yang hidupnya diabdikan untuk menulis puisi dan menelanjangi emosi, pada akhirnya akan terdiam saat berhadapan dengan cinta yang sungguh-sungguh.

Mungkin itu sebabnya aku menulis ini—bukan karena aku merasa mampu menjelaskan semuanya, tapi justru karena aku tahu aku tidak akan pernah bisa. Karena kamu, adalah hal yang tak selesai ditulis, tak selesai dibaca, dan tak selesai dicintai.

Kamu lebih indah dari sekadar apa yang aku tulis. Bahkan ketika kuletakkan hatiku di setiap kata, tetap saja kamu terlalu luas untuk dijelaskan dalam larik-larik sajak. Kamu bukan hanya inspirasi; kamu adalah sebab dari lahirnya bahasa yang sebelumnya tak pernah ada dalam benakku. Kamu membuat aku mencipta dunia lain di mana hujan turun lembut seperti tatapan matamu, dan matahari terbit dari senyummu yang sederhana.

Sajak yang tak biasa ini, yang mungkin bagimu hanya kumpulan kata dari seorang pemuja yang terlalu tenggelam dalam rasa, ia lahir dari hati yang telah kehilangan logika. Setiap baitnya adalah upaya untuk meredam luka yang pernah ada, agar saat kamu membacanya, tak ada duka yang membekas. Aku ingin kamu membaca ini dalam diam, dengan senyum tipis dan dada yang hangat.

Aku berusaha sebisa mungkin menghilangkan segala bentuk lara dari setiap kalimat. Karena dunia ini sudah terlalu berat, dan aku tidak ingin kamu membawa beban lagi, terutama dari aku. Kalau kata bisa jadi pelukan, maka biarlah tulisanku ini menjadi dekapan yang tak meminta balasan. Aku tidak ingin apa-apa, selain melihat kamu bersukacita, walau hanya karena sepotong sajak.

Kuharap matamu tak pernah lelah. Kuharap waktu tak membuatmu berpaling. Karena kabarnya, jemariku tak akan berhenti menulis. Kata-kata ini akan terus mengalir seperti sungai yang tak pernah habis—mengantar rinduku dari kejauhan, atau mungkin sekadar menjaga namamu tetap hidup dalam halaman yang tak seorang pun membaca, kecuali kamu.

Dan kalau kamu bertanya, apakah ini cinta? Maka aku takkan menjawab dengan pasti. Karena bagiku, cinta tak perlu dijelaskan. Ia hanya perlu dirasakan, dalam diam, dalam getir, dalam keheningan malam saat kamu membaca ini sendirian dan merasa bahwa seseorang di luar sana mencintaimu dalam diam yang sangat dalam.

Jangan salahkan aku karena sudah jatuh cinta.
Tapi bertanyalah pada dirimu sendiri:
"Mengapa kamu harus terlahir begitu sempurna?"

Sempurna bukan karena kamu tanpa cela. Tapi karena kamu tetap terlihat indah, bahkan dengan luka-luka yang kamu sembunyikan. Sempurna karena kamu tak pernah berpura-pura. Karena kamu hidup dengan cara yang jujur dan mencintai dengan cara yang sederhana, tanpa tahu bahwa hal itu sudah cukup membuat seseorang seperti aku merasa utuh.

Di dunia ini, ada banyak puisi yang ditulis tanpa pernah dibaca, dan banyak cinta yang dirasakan tanpa pernah diungkapkan. Tapi kamu adalah keduanya: puisi yang ingin selalu kubaca, dan cinta yang ingin selalu kusimpan, bahkan jika dunia tidak mengizinkan kita bersama.

Kamu adalah sajak yang tak pernah selesai.

Dan aku... adalah penyair yang tak pernah ingin berhenti menuliskanmu. 



Yogyakarta, 28 Juni 2025


Deargantara

Kamis, 26 Juni 2025

Tinggal, Bertahan, dan Mencintai Lebih Dari Sekadar Kata

Posted by Deargantara Ibnoe Zekan on 17.52 with No comments


Ada cinta yang tumbuh dari kata-kata manis dan bunga.

Ada pula cinta yang tumbuh dari diam—yang hanya bisa dirasakan lewat cara seseorang memperlakukanmu.

Aku ingin mencintaimu dengan cara kedua.


Bukan karena aku tak mampu berkata,

tapi karena aku ingin membuktikan bahwa mencintaimu adalah tindakan, bukan hanya ungkapan.


Sudah lama aku memikirkan,

haruskah aku bicara?

Haruskah aku membuka seluruh isi hatiku padamu, dan mengatakan bahwa mencintaimu… adalah hal paling serius yang pernah aku lakukan dalam hidupku?


Bahwa mencintaimu bukan datang dari rasa kagum sesaat atau angin lalu yang menyentuh dada.

Tapi dari kesadaran.

Kesadaran bahwa kamu,

dengan segala yang kamu bawa—luka, harapan, keraguan, dan senyum yang tak selalu hadir—

adalah seseorang yang ingin aku perjuangkan.


Mencintaimu Tak Pernah Sekadar Ingin


Aku mencintaimu bukan karena kamu meminta untuk dicintai.

Bukan karena kamu butuh seseorang untuk menyayangi.

Tapi karena aku ingin.

Karena aku memilih.


Ini lebih dari sekadar memenuhi ekspektasimu.

Lebih dari sekadar romantisme yang tampak di mata orang lain.

Aku ingin semua yang kulakukan menjadi bukti nyata,

bahwa rasa ini tumbuh tanpa syarat, dan memilih untuk bertahan—meski hidup tak selalu memihak.


Mudah-mudahan semua sikapku,

semua perhatian kecil yang tak pernah kau sadari,

bisa menjadi bagian terbaik dari semua yang pernah hadir dalam hidupmu.

Bukan untuk membandingkan,

tapi untuk menunjukkan:

bahwa cinta yang paling tulus sering datang tanpa suara, namun penuh tanggung jawab.


Tinggallah, Bila Kamu Mau


Aku tak memintamu untuk berubah.

Tak memintamu menjadi sempurna,

atau menjadi seperti tokoh-tokoh romantis dalam fiksi yang selalu tahu harus berkata apa.


Aku hanya ingin kamu menjadi dirimu sendiri.

Yang mungkin masih ragu,

yang kadang takut mencinta karena trauma masa lalu,

yang tidak selalu kuat, dan tak selalu siap.


Dan di situlah aku ingin hadir:

Bukan sebagai penyelamat,

tapi sebagai seseorang yang mau tinggal.

Yang tak lari ketika kamu runtuh,

yang tetap memeluk meski kamu menjauh,

yang tetap mengusahakan saat semuanya terasa tidak pasti.


Tinggallah, bila kamu mau.

Tinggallah, bukan karena kamu butuh seseorang,

tapi karena kamu merasa pantas dicintai—

dengan cinta yang seperti ini.


Ada Banyak Cara Hidup Lebih Baik — Bersamaku


Aku tak menjanjikan hidup yang sempurna,

tapi aku bisa janjikan perjuangan yang jujur.

Aku bisa janjikan pelukan saat kamu lelah,

doa saat kamu terdiam,

dan keberanian untuk tetap memilihmu—setiap hari.


Aku percaya, hidup bisa jadi lebih baik.

Bukan karena semuanya mudah,

tapi karena kita memilih untuk melewatinya bersama.

Bersama, dalam cinta yang saling bertumbuh.

Dalam kasih yang tak lagi mengukur untung rugi.


Karena pada akhirnya,

cinta bukan soal siapa yang paling romantis,

tapi siapa yang tetap bertahan,

siapa yang memilih tinggal,

dan siapa yang tetap memegang tanganmu

saat tak ada lagi alasan untuk tetap berharap…

kecuali cinta itu sendiri.


Dan aku—adalah orang yang memilih tetap tinggal.

Untukmu.

Selalu untukmu.


Yogyakarta, 26 Juni 2025