Ada ruang-ruang dalam diriku yang pernah lama terkunci. Ruang itu gelap, sunyi, penuh debu kenangan yang enggan kusentuh. Di sana tersimpan serpih-serpih luka, janji yang patah, dan perasaan yang pernah mati pelan-pelan tanpa sempat kukuburkan. Aku pernah berpikir mungkin begitulah takdirku, ada hati yang dibiarkan membeku tanpa kesempatan bersemi kembali. Namun suatu hari kamu hadir. Bukan dengan gemuruh, bukan pula dengan kilatan petir. Kamu datang seperti cahaya kecil yang menyelinap di antara celah jendela, sederhana, namun tiba-tiba aku menyadari betapa lama aku hidup dalam gelap. Kamu tidak merobohkan pintu, kamu hanya mengetuk perlahan. Kamu tidak memaksa, kamu sabar menunggu sampai aku sendiri yang membuka. Dan sejak saat itu, sesuatu yang kupikir telah mati kembali berdenyut.
Aku menemukan satu sisi dalam diriku, sisi yang dulu pudar kini kamu hidupkan kembali. Kamu memberinya warna, warna yang bukan sekadar indah, tetapi hangat dan menetap. Kamu melukis dinding hatiku yang retak dengan kuas kesabaran. Kamu isi kekosongan yang semula kuterima sebagai nasib dengan kehadiranmu yang penuh makna. Aku, yang semula ragu apakah cinta masih nyata, akhirnya percaya lagi. Meski kadang hati ini pun bertanya mungkinkah benar semua ini nyata, namun setiap kali kutatap wajahmu aku tahu tidak semua pertanyaan butuh jawaban kata-kata. Ada yang cukup dijawab oleh tenang tatapanmu, oleh senyum yang menenangkan, oleh genggaman yang tak ingin melepaskan. Kamu hadir di balik kokohnya tembok hatiku. Kamu runtuhkan kerasnya diriku tanpa kekerasan. Kamu tidak membawa palu melainkan kelembutan. Kamu tidak mendobrak tetapi mengalir seperti air yang sabar hingga batu yang kukira abadi pun luluh oleh ketulusanmu.
Sejak itu aku tahu satu hal: aku ingin menjagamu. Bukan hanya menjaga tubuhmu dari dingin atau langkahmu dari lelah. Lebih dari itu aku ingin menjaga hatimu agar tak merasa sendiri, menjaga jiwamu dari kesepian, menjaga tawamu tetap ada meski dunia kadang berat. Kan kujaga di luas hatiku. Kalimat itu bagiku bukan sekadar janji melainkan doa. Hatiku yang dulu sempit kini terasa luas sebab dirimu ada di dalamnya. Samudera di dadaku yang dulu kering kini tidak lagi hampa, ia terisi oleh riak-riak rindu, ombak syukur, dan arus kasih yang tak pernah berhenti mengalir. Menjaga berarti siap dengan segala musim. Siap menyambutmu di musim hujan dengan payung, siap menemanimu di musim panas dengan teduh. Menjaga berarti tidak hanya ada ketika kamu bahagia tetapi juga berdiri teguh ketika badai melanda.
Perasaan ini seperti samudera. Tak terkira dalamnya, entah sampai kapan luasnya, tak ada ujungnya. Barangkali hanya mati yang bisa memisahkan kita dari samudera ini. Namun bahkan setelah mati aku percaya ombak cintaku akan tetap mencari pantai bernama dirimu. Samudera ini bukan sekadar pemandangan biru di kejauhan. Ia penuh dengan kehidupan di kedalaman, ikan-ikan kecil berupa kenangan, karang-karang berupa doa, arus berupa kerinduan. Semua bergerak, semua bernyawa, semua menjadi saksi betapa besar cintaku padamu. Tak ada lagu cinta yang cukup untuk melukiskan agungnya rasa. Kata-kata manusia tak akan pernah mampu menampungnya. Namun biarlah tulisan ini menjadi setetes air dari samudera luas itu agar kamu tahu betapa dalam aku menyimpanmu.
Ada bagian dari diriku yang pernah lama sekarat. Bagian yang tak percaya lagi pada cinta, pada kesetiaan, pada keajaiban yang sederhana. Aku pernah merasa cinta hanyalah dongeng yang indah di bibir tetapi hampa di kenyataan. Namun sejak hari itu, sejak aku mengenalmu, aku merasa lagi. Perasaan yang telah lama mati kamu sanggup menghidupkan lagi. Kamu meniupkan napas pada bara yang hampir padam. Kamu menyalakan api kecil yang kini menjalar hangat ke seluruh tubuhku. Aku tidak pernah menyangka setelah semua patah dan runtuh masih ada ruang bagi cinta untuk tumbuh. Tetapi dirimu membuktikan bahwa luka bukanlah kuburan melainkan tanah basah tempat benih cinta baru bisa bersemi.
Kini aku menyebutmu bukan sekadar kekasih, bukan sekadar calon istri, tapi seseorang yang benar-benar hidup dalam doa dan rencana. Ada getar lain ketika lidahku menyebut keberadaanmu. Ada beban manis dalam setiap harapanku padamu. Aku tahu mencintaimu saja tidak cukup. Aku harus belajar menjaga, memahami, mengalah, dan tumbuh bersamamu. Menjadi pasanganmu bukanlah akhir melainkan awal dari perjalanan panjang. Dan aku ingin menempuh perjalanan itu bersamamu dengan segala lekuk, segala lelah, segala indahnya. Aku ingin kita bukan hanya sepasang kekasih yang larut dalam cinta tetapi juga sahabat yang bisa tertawa di tengah luka, teman seperjalanan yang bisa saling menopang ketika dunia terasa berat. Aku ingin rumah kita kelak bukan sekadar atap tapi pelukan yang menenangkan jiwa.
Aku percaya cinta sejati tidak hanya hidup di momen-momen besar. Ia justru berdiam dalam hal-hal kecil yang sering terlewat. Cinta hidup dalam segelas teh hangat yang kuseduh untukmu di pagi hari, dalam caramu menutup laptopku karena aku tertidur, dalam tatapanmu ketika aku pulang larut dan kamu tetap menunggu. Keabadian cinta bukanlah menolak perubahan melainkan memilih satu sama lain setiap hari meski dunia terus berubah. Dan aku ingin memilihmu lagi dan lagi bahkan dalam rutinitas yang paling sederhana. Mungkin kita tidak akan selalu tertawa. Akan ada tangis, ada debat, ada diam yang panjang. Tapi aku ingin kita selalu kembali, kembali ke pelukan, kembali ke doa, kembali pada janji sederhana bahwa kita tidak akan menyerah.
Kamu adalah cahaya yang kupikir tak akan pernah kutemukan lagi. Kamu adalah samudera yang membuatku belajar berenang kembali. Kamu adalah rumah yang tak pernah kusangka akan kubangun. Jika cinta adalah perjalanan maka izinkan aku berjalan bersamamu. Jika cinta adalah samudera maka izinkan aku menyelam bersamamu. Jika cinta adalah doa maka biarlah keberadaanmu selalu kusebut dalam sujud dan diamku. Mungkin hanya mati yang dapat memisahkan raga kita namun bahkan kematian pun tidak akan mampu memisahkan rasa syukurku karena pernah dalam hidupku Tuhan menitipkanmu sebagai anugerah. Dan aku berjanji sampai napas terakhir aku akan menjaga, mencintai, dan mensyukuri kehadiranmu. Karena kamu bukan hanya belahan jiwa. Kamu adalah kehidupan itu sendiri.



